Kembangan, 25 Maret 2010
Suatu ketika, saya bertanya pada seorang ustad tentang bagaimana memaknai kenikmatan hidup. Seperti biasa, beliau hanya menjawab dengan singkat seakan mengajak saya untuk terlebih dulu memahami. “Kamu mesti pandai untuk menilainya sendiri, Qi..” ujarnya singkat. Kemudian dia meminta saya untuk membaca sebuah ayat Al Qur’an dan sepotong hadist Rasulullah.
Apabila kamu melihat Allah memberi seorang hamba apa yang diinginkannya, padahal hamba itu selalu berbuat maksiat, maka sesungguhnya itu adalah istidraj dari Allah untuknya”. (HR. Ahmad dan Thabrani, dalam kitab as-Syu’ab).
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (QS: Al-An'am 44-45)
Selesai membaca, saya langsung terdiam dan beliaupun membiarkan saja seakan tahu saya mesti mencernanya dulu.
“Allah akan menguji manusia dengan keadaan apapun. Kalau kamu mengira Allah hanya menguji manusia dengan kesusahan, kamu salah besar” lanjutnya. Dahi saya langsung mengerut karena terus terang selama ini saya hanya paham bahwa ujian Allah ya cuma seperti itu.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Al-Baqarah : 155)
Kemudian beliau bertanya “Pernah tidak kamu merasa kehidupan kamu menjadi semakin baik, nikmat Allah semakin banyak tapi di saat yang sama kamu menjadi jauh dari Allah, kamu mulai riya, pamer, ingin diakui kehebatan kamu, ingin menguasai segalanya, dan kamu sedikit sekali peduli orang lain?”
Kembali saya membisu…
“saya takut saat kamu sedang mengalami itu sebenarnya kamu itu sedang dibiarkan Allah untuk terus menjauh, seperti saat kamu bermain layangan, kamu terus ulur benang supaya layanganmu semakin jauh dan tinggi.”
"Dan lalu tiba-tiba layangan itu terbawa angin hingga jauh yang membuat benangnya putus karena tidak mampu menahan tekanan. Kemudian layang-layang itupun jatuh kembali ke bumi dengan sia-sia…”
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akanmenguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (al Anbiyaa’:35)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak….Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS Al:Hadiid 20)
Kita mungkin tidak pernah sadar telah sampai tahapan nikmat yang manakah kita berada….
Kita mungkin tidak pernah sadar apakah kita sedang diulur atau tidak oleh Allah..
Kita mungkin merasa nikmat Allah yang kita dapat adalah bentuk kasih sayang yang Allah berikan kepada kita…
Kita pun bisa saja mengganggap kenikmatan yang diperoleh merupakan hasil dari kerja keras kita dan kita berhak untuk menikmatinya…
Rasulullah memang tidak menginginkan kita miskin karena kemiskinan dekat dengan kekufuran. Tapi Rasulullah juga tidak pernah menyarankan kita untuk bermewah-mewah dalam hidup..
Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS: Al Hadiid 23)
PS: terimakasih u/ Ustad Biqadari Hariri atas nasihatnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar