Minggu, 28 Desember 2014

Gaji Ayah Berapa?



Sepulang dari Bekasi menuju stasiun kereta, di dalam angkot, Ale tiba-tiba bertanya, “Yah, gaji ayah berapa sih?”. Sembari melirihkan suara karena enggan didengar penumpang lain dan mencoba rahasiakan sesuatu, saya jawab, “Ada deh....”.

Tak puas dengan jawaban ayahnya, Ale mulai berpikir cara lain mengorek pendapatan per bulan Ayahnya. “Yah, uang belanja kan ayah kasih Rp 50 ribu sehari, kalo sebulan berapa Yah?”, tanya Ale. Hmmm, pintar juga ini Ale, dia coba cari tau dari sisi pengeluaran sebulannya. “Coba hitung berapa? Rp 50 ribu dikali 30 hari?”, saya gantian tanya balik. “Satu juta lima ratus ya yah?”, jawab Ale dengan setengah yakin tapi benar hitungannya.

“Trus apa lagi ya Yah yang harus ayah bayar?” Ale sejenak berpikir. “Oh ya..! Ayah harus bayar buat uang sekolah, bayar gaji empok, bayar listrik, belanja ke Giant atau Lotte!”, lanjut Ale. “Nah itu Kau tahu, coba dihitung semuanya....” timpal ayahnya. Jari2nya tangannya mulai bergerak terus matanya melihat keatas tanda Ale berpikir keras menghitung angka hasilnya. 

Pusing dengan hitungan angkanya, Ale akhirnya menyerah, “Ah pusing Yah, banyak banget yang mesti dihitung soalnya. Jadi berapa sih gaji ayah sebenarnya?”. Tak tega dengan keingintahuannya yang besar, akhirnya saya coba merajuk, “Nanti ayah kasih tau kalo udah naik kereta Le....”.

Akhirnya kami sampai stasiun dan naik KRL. Ale pun lupa dengan pertanyaan yang belum dijawab ayahnya karena takjub dengan KRL yang dingin AC-nya dan sepi penumpang....
‘Hmmm Ale... kau cocok sepertinya jadi orang Pajak nanti kalo besar!”

Rabu, 24 Desember 2014

Maafkan diamku kawan

Maafkan diamku kawan...

Karena diamku, aku belum pantas berkomentar
Karena diamku, aku tak mampu berkata
Diamku bukan berarti tak setuju pendapatmu
Diamku bukan berarti setuju ocehanmu
Diamku bukan berarti tak lakukan sesuatu

Diamku karena aku mendengarmu
Diamku karena aku kurang ilmu
Diamku karena aku serap hal baikmu
Diamku karena ku saring sampah ucapmu
Diamku karena aku butuh waktu memahami
Diamku karena aku perlu perbaiki diri
Diamku karena aku harus belajar lebih banyak lagi

Karena bisa jadi bila ku bicara akan jadi sampah bagimu
Bisa jadi ucapku akan menyakitimu
Bisa jadi pendapatku tak beri arti untukmu
Bisa jadi sindiranku tak menyadarkanmu
Bisa jadi celotehku hanya angin lalu buatmu
Bisa jadi ujarku penyebab fitnah tak berkesudahan
Atau bisa jadi komentarku pemicu riak caci menjadi ombak benci yg menggulung besar

Maafkan kawanku....
Bila aku hanya bicara yg aku pahami saja
Bila aku hanya bercerita yg aku alami sehari-hari
Bila aku hanya lantang berucap yg aku mengerti ilmunya
Bila aku hanya menasehatimu sesuatu yg aku tahu kebenarannya saja
Bila aku terasa berisik saat bertanya ketidaktahuan-ku
Bila aku hanya bicara seperlunya saja
Jadi biarkanlah aku dalam diamku

Tapi tegurlah aku bila terlalu lama dalam buaian diam
Lengkapilah tutur kata yang tak utuh tersampaikan
Hentikanlah aku bila yg terucap berasal dari hati yg tak jernih dan nafsu kotor ku
Nasehatilah aku bila yg terlontar menjadikanku terbang ke awan tinggi hati

Aku perlu belajar darimu kawan
Belajar menyampaikan kebenaran meski tak banyak ilmu yg sudah kau dapat
Tanpa timbulkan sesak hati pendengarmu dan tak timbulkan fitnah
Yang timbulkan riuh tanda setuju dan bergerak berubah lebih baik

Kamis, 11 Desember 2014

Mengorok itu Nikmat...



Nawa memang punya kebiasaan mengorok sejak badanya jadi makin gemuk & melar. Tapi seminggu ini mengoroknya semakin hebat suaranya. Itu karena pilek & flu yang buat hidungnya tersumbat. Jadi praktis saat tidur nafasnya lewat mulut yang membuat irama dengkurannya makin bervariasi.

Dari hasil googling, ternyata untuk mengurangi kebiasaan mengorok itu cuma dengan 2 cara : mulai lakukan diet kurangi berat badan, dan perbaiki posisi tidur. Kegemukan & salah posisi tidur (konon) jadi penyebab utama mengorok. Tapi dua cara mengurangi kebiasaan mengorok itu sama sekali gak mudah dijalani apalagi kalo sudah berhadapan dengan Nawa. Tiap bulan berat badan Nawa tetap saja bertambah meski sudah diminta kurangi porsi makan. Meminta Nawa untuk diet & perbaiki posisi tidur butuh perjuangan yang panjang... Ya akhirnya, terpaksalah tiap malam harus rela dengar “nyanyian malam” Nawa.

Tapi minggu ini benar-benar makin nyaring suara ngoroknya yang membuat yang tidur disamping Nawa jadi tidak nyenyak. Ibarat motor 2 tak, gak perlu waktu lama untuk dengar merdunya irama mengorok. Mulai dari tutup mata, sayup-sayup terdengar desis terlelap tidur. Gak berapa lama, mulutnya perlahan terbuka, dan dimulailah irama mengorok mengalun..., terus berirama dan  semakin kencang!  Itu semua Cuma butuh waktu kurang dari 3 menit!!

Kata Nawa, mengorok itu nikmat.... karena buat dia tidur nyenyak. Tapi buat saya, mendengar suara mengorok itu suatu bentuk cobaan hidup.

Dari setiap malam dengar suara ngorok Nawa, sampai-sampai saya punya cara sendiri bagaimana meredam suara ngorok Nawa, dan cara disesuaikan dengan tingkat nyaring ngoroknya. Cara pertama usap-usap rambut & dahinya. Ini untuk membuat kepala nyaman karena usapan. Cara kedua, tutup mulutnya yang terbuka karena kalau mulut terus terbuka, praktis tidak ada udara yang keluar lewat hidung. Kalau masih belum mempan, ada cara ketiga. Ubah posisi kepala Nawa supaya sedikit tersadar dan sesaat ngoroknya terhenti. Ketiga cara ini selalu saya ulangi supaya nyaringnya mengorok masih pada tingkat yang bisa ditoleransi... :)

Kalau ketiga cara diatas malah membuat nyaring, ada 3 cara tambahan. Cara keempat, ubah posisi tidur, dari terlentang menjadi menyamping, atau dari menyamping kiri jadi menyamping kanan (dan sebaliknya). Cara kelima, luruskan kakinya & ambil gulingnya. Adanya guling buat kaki memeluk guling & posisi kaki menekuk menekan perut.  Akibatnya nafas menjadi pendek karena diafragma terdorong gemuknya perut (Ini cuma teori yang saya simpulkan... boleh percaya boleh juga enggak). Cara keenam, kalo sudah tidak bisa ditoleransi nyaringnya suara mengorok, segera saya bangunkan Nawa dan minta dia untuk minum seteguk air. Tenggorokan yang kering karena mengorok, pasti perlu disiram air supaya sejenak rileks. Biasanya, saya mulai cara pertama sampai keenam berulang, dan lakukan variasi caranya sesuai kebutuhan sampai saya sendiri akhirnya tertidur lelap.

Cara terakhir yang paling ampuh kalau kesabaran saya sudah mulai habis, segera keluar kamar dan menuju ruang TV yang ada sofanya atau kamar lain dan biarkan Nawa menuntaskan malamnya dengan suara mengoroknya.

Apapun bentuknya, mengorok itu bisa menjadi sebentuk nikmat atau sebentuk cobaan. Nikmat buat pelakunya dan cobaan buat korban pendengarnya.

Allah Maha Tahu bagaimana cara yang tepat mengajari makhluk-Nya. Dengan mengorok kencangnya Nawa seminggu terakhir ini, seakan-akan mengajari saya bagaimana memuliakan anak perempuan. Saya yang selalu pulang malam dari bekerja, sering hanya disisakan waktu melihat anak-anak sudah tertidur tanpa sempat bercengkerama dengan mereka. Dengkuran Nawa memaksa saya membelai rambut & dahinya puluhan kali tiap malamnya, berbicara lirih sendiri berulang kali supaya Nawa ganti posisi tidur atau bangun sejenak untuk minum, dan tetap terjaga sepanjang malam. Keenam cara diatas seakan-akan menyadarkan saya bahwa setidaknya luangkan sedikit waktu untuk memberi perhatian buat anak-anak. Tidak ada lagi “Me Time” dan membuat saya menciptakan sendiri “Their Time” yang akhirnya menjadi “Our Time”.

Setiap kali Nawa diceritakan tentang bagaimana nyaring mengoroknya semalam, selalu ada jawaban yang membuat saya mati kutu, “Ayah juga sering kok Nawa lihat ngorok... Ayah berasa gak?”
Memang mengorok itu Nikmat, karena saya pun tidak pernah sadar kalo saya juga sering mengorok saat tidur.... :)