Sepulang dari Bekasi menuju stasiun kereta, di dalam angkot,
Ale tiba-tiba bertanya, “Yah, gaji ayah berapa sih?”. Sembari melirihkan suara karena
enggan didengar penumpang lain dan mencoba rahasiakan sesuatu, saya jawab, “Ada
deh....”.
Tak puas dengan jawaban ayahnya, Ale mulai berpikir cara
lain mengorek pendapatan per bulan Ayahnya. “Yah, uang belanja kan ayah kasih
Rp 50 ribu sehari, kalo sebulan berapa Yah?”, tanya Ale. Hmmm, pintar juga ini
Ale, dia coba cari tau dari sisi pengeluaran sebulannya. “Coba hitung berapa?
Rp 50 ribu dikali 30 hari?”, saya gantian tanya balik. “Satu juta lima ratus ya
yah?”, jawab Ale dengan setengah yakin tapi benar hitungannya.
“Trus apa lagi ya Yah yang harus ayah bayar?” Ale sejenak
berpikir. “Oh ya..! Ayah harus bayar buat uang sekolah, bayar gaji empok, bayar
listrik, belanja ke Giant atau Lotte!”, lanjut Ale. “Nah itu Kau tahu, coba
dihitung semuanya....” timpal ayahnya. Jari2nya tangannya mulai bergerak terus
matanya melihat keatas tanda Ale berpikir keras menghitung angka hasilnya.
Pusing dengan hitungan angkanya, Ale akhirnya menyerah, “Ah
pusing Yah, banyak banget yang mesti dihitung soalnya. Jadi berapa sih gaji
ayah sebenarnya?”. Tak tega dengan keingintahuannya yang besar, akhirnya saya
coba merajuk, “Nanti ayah kasih tau kalo udah naik kereta Le....”.
Akhirnya kami sampai stasiun dan naik KRL. Ale pun lupa
dengan pertanyaan yang belum dijawab ayahnya karena takjub dengan KRL yang
dingin AC-nya dan sepi penumpang....
‘Hmmm Ale... kau cocok sepertinya jadi orang Pajak nanti
kalo besar!”