Senin, 09 Desember 2019

You are What You Read

Tak sekali - dua kali istri selalu bertanya ke saya kenapa Ale jadi berubah sejak belajar dan mondok di pesantren. Tiap kali dikunjungi dan ditanya ini-itu ama emaknya, sepertinya dia sering gak fokus dgn apa yang ditanya. Kadang harus tunggu sesaat sebelum dijawab sekenanya atau malah gak jawab sama sekali ama dia. Buat dia, seperti gak penting jawab pertanyaan emaknya. Saya pun merasakan yang sama, tapi segera paham bahwa justru kita berdua yang tidak pada frekuensi yang sama dengan Ale.

Sebenarnya ini suatu hal biasa terjadi pada siapapun. Saat seseorang serius belajar dan menghabiskan sebagian besar waktu pelajari sesuatu, maka pola hidup dan kebiasaan baru akan terbentuk mengikuti ritme apa yang difokuskan. Hanya tertarik pada sesuatu yang jadi bagian pembelajarannya, dan terkesan tidak memiliki perhatian dengan hal lain.

Sejak Ale di pondok, sebagian besar waktunya dipakai buat belajar Qur'an. Sejak sebelum subuh hingga matahari terbit, ba'da dhuhur sampai menjelang ashar, dilanjut lg setelah maghrib sampai jam 10 malam. Belajarnya tak hanya di ruang kelas atau di dalam masjid, tapi juga di taman, di selasar, bahkan di tengah jalan dalam kawasan pondok. Kebiasaan yang diulang ini membentuk pola hidup yang terus fokus dengan ayat-ayat Qur'an. Menanamkan pemahaman bahwa belajar bisa dimanapun.

Hampir 6 bulan di pondok, banyak perubahan pada Ale. Sorot matanya jadi lebih tajam, tapi tatapannya seakan dia berpikir sesuatu yang lebih berat. Ale gak lagi banyak bicara seperti jaman SD dulu, tapi mulutnya kadang komat-kamit sendiri menghafal bacaan. Saat dikunjungi, tak lagi tertarik dia dengan game online PUBG, Fortnite, atau FIFA. Paling banter cuma buka youtube liat cuplikan gol Barcelona. Dengan kawan2 kampungnya juga gak se-akrab dulu karena memang jarang bertemu.

Apa ini normal? Kenapa hidup di pondok buat anak jadi seakan terasing dari kehidupan sosialnya? Kenapa belajar Qur'an malah jadi gak perhatian ama hal lain?

Sabar... sebelum berprasangka negatif dan buru-buru menyimpulkan yang salah, gak ada salahnya kita masuk ke frekuensi yang sama dengan Ale. Gak perlu dari pagi sampai malam buka Qur'an, tapi coba deh luangkan 3 jam sehari untuk baca & hafalkan 1 halaman per hari-nya. Rileks aja tapi fokus serius.

Lambat laun kita akan masuk fase yang sama dengan para penghafal Qur'an yang lain. Otak akan terstimulasi untuk terus membaca, mengingat, menghafal. Dari otak turun ke hati yang akan meresapi dan memaknai. Dari hati akan menjalar ke seluruh tubuh yang akan menjaga ilmu yg didapat dan mendorong untuk menginspirasi orang lain yang menuju frekuensi yang sama. Dari apa yang dibaca, kita akan menjadi bagian apa yg dipahami dari bacaan.

Apa yang kita baca, yang dilihat, dan yang dialami tiap hari akan membuat kebiasaan yang membentuk pola hidup dan sudut pandang kita. Sama seperti bila setiap hari bicara politik, kita akan paham segala bentuk intrik politik. Saat harian kita jalani bisnis, intuisi bisnis akan berkembang. Tiap hari menyusuri jalan, kita akan tahu rute mana yang tercepat sampai tujuan.

Tak ada yang salah dengan pilihan kita yang menjadi fokus pembelajaran. Yang salah hanya bila kita berhenti belajar. Kita pun bisa berganti fokus kapanpun. Dan pastinya akan butuh waktu untuk mempelajari sesuatu yang baru berproses menjadi manfaat bagi diri kita dan orang lain.

Pahami bahwa pilihan fokus kita bisa berbeda dengan orang lain. Nantinya kita akan jadi jauh lebih bijak memaknai ini semua.

Tetaplah terus belajar ya Nak tuk jadi lebih baik....
#ceritaanakpondok



Tidak ada komentar:

Posting Komentar