Selasa, 17 September 2019

Benci dosanya, Cintai Amalan Surganya 2

Pernah dengar kisah hafiz qur'an yang akhirnya dihukum mati karena membunuh sang khalifah?
Pernah juga baca kisah pelantun adzan yang menjadi murtad di akhir hidupnya?

Bukan karena mereka menjadi penghafal Qur'an terbaik atau menjadi pengingat waktu shalat dengan adzan-nya yang membawa mereka ke akhir hidup yang buruk. Tapi itu bukti sulitnya menjadi Islam yang kaffah dan beratnya tetap berpegang di tali tauhid.

Memahami Qur'an tak cukup hanya dengan akal, tapi harus dengan dengan hati. Akal mungkin hanya menangkap yang tersurat, tapi hanya hati yang mampu memahami yang tersirat.

Melantunkan panggilan adzan atau bacaan Qur'an tak cukup hanya merdu didengar, tapi juga teresap makna baik buat pelantun maupun pendengarnya. Untaian makna itulah yang harusnya tercermin dalam sikap hidup.

Hafiz Qur'an dan Muazin itu tak pernah membayangkan cerita akhir hidupnya berulang kali dijadikan nasehat terbaik bagi muslim lainnya. Bila saja waktu bisa berulang atau diberi waktu untuk sedikit diperpanjang hidup, mereka pastinya akan perbaiki kesalahan hidupnya. Tak akan sudi mereka ada nila setitik yang akan merusak susu sebelanga.

Maka jangan salah berkesimpulan untuk kedua kisah itu. Pahami dengan iman dan semangat untuk terus memperbaiki diri dan tetap istiqamah.

Untuk para pemberi nasehat, berhati-hatilah dalam menyampaikan kisah ini. Bila tak disampaikan dengan bijak, pesan yang disampaikan jadi salah. Bisa jadi pesan yang ditangkap seperti ini :
"Lebih baik jadi pemabok tapi gak ganggu orang, daripada rajin sholat tapi mulutnya kasar"
"Mendingan suka dangdut tapi tetap sholat"
"Mending cuma hafal 1 surat daripada hafal 30 juz tapi masih maksiat"

Bila ada saudara seiman yang terpeleset jatuh ke dalam lubang dosa, segera ulurkan tangan untuk mengangkatnya kembali. Tak perlu menertawakannya dan memperoloknya yang akan membuatnya tak mampu sambut uluran tanganmu karena kedua tangannya menutupi muka tuk menahan malu. Jangan sampai tertawa dan olokkan kita malah membuatnya merajuk dan berpaling dari langkah untuk kembali ke jalan yang baik.

Tak perlu pula menggunjingnya yang malah akan membuat pelakunya makin tenggelam dalam dosa karena sibuk membela diri.
Benci saja dosanya, tapi bukan pelakunya.
Benci saja dosanya, dan tanamkan benci itu pada diri agar kita tak lakukan dosa yang sama.

Ini perkara berkasih sayang dengan saudara, bukan perkara apakah kita lebih baik dari saudara kita yang terpeleset dalam dosa.
Boleh jadi kita paham itu lubang dosa karena dulu kita pernah terperosok kedalamnya, dan saatnya sekarang kita menjadi penyampai nasehat yang baik agar berikutnya tak ada pelaku dosa yang sama.

-Tetaplah saling menasehati dalam kebaikan-

Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS: Al- Hujurat : 12)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar