Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Karya Chairil Anwar
Bila menilik kehidupan Chairil Anwar, puisi Derai Derai Cemara ini dibuatnya saat Sastrawan itu sakit menjelang kematiannya. Chairil Anwar meninggal saat berumur 27 tahun karena menderita TBC. Saat itu hidupnya tengah dirundung masalah karena sang istri meninggalkannya dan meminta cerai saat anaknya baru berumur 7 bulan.
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Karya Chairil Anwar
Bila menilik kehidupan Chairil Anwar, puisi Derai Derai Cemara ini dibuatnya saat Sastrawan itu sakit menjelang kematiannya. Chairil Anwar meninggal saat berumur 27 tahun karena menderita TBC. Saat itu hidupnya tengah dirundung masalah karena sang istri meninggalkannya dan meminta cerai saat anaknya baru berumur 7 bulan.
Puisi ini menunjukkan kegundahan
dan kegelisahan hidup Chairil Anwar yang merasa waktunya di dunia tidak lama
lagi. Pilihan kata-kata dalam puisi sederhana, namun tak biasa digunakan orang
awam sehingga menimbulkan kesan yang mendalam yang tak mudah dipahami. Kekuatan
lainnya puisi ini adalah menggunakan rima yang teratur dibandingkan karya
puisinya yang lain.
Puisi ini terdiri dari tiga bait dimana
masing-masingnya terdiri dari empat baris yang berima teratur. Bait pertama
menunjukkan metafora episode kehidupannya dirasa akan berakhir tak lama lagi.
Dia metaforakan dirinya bagai cemara tinggi yang merapuh karena dahannya banyak
yang jatuh ditiup angin. Dan akhir kehidupannya diibaratkan malam yang akan
menjelang.
Pada bait kedua, dia menceritakan
bagaimana dia mencoba menerima kesengsaraan hidup dengan mencoba bertahan. Dia
tak lagi seperti saat kanak-kanak yang tak mau mengalah karena tingginya ego
diri yang dulu dibanggakan.
Pada bait ketiga, Chairil Anwar
mencoba merangkum kisah hidupnya yang mengisyaratkan penuhnya kesengsaraan
hingga akhir hayat yang membuat dia menyatakan Hidup hanya menunda kekalahan.
Dia merasa terasing dari kehidupannya karena tidak ada cinta dari orang
terdekatnya. Dia seakan menyimpan banyak hal yang sebetulnya ingin diungkapkan
namun akhirnya kematian lebih dulu datang.
Karena puisi ini dibuat sesuai
dengan isi hati Chairil Anwar menjelang dia meninggal, pembaca seakan-akan
dibawa pada pedihnya kesengsaraan yang dialam sang sastrawan. Terasa sekali
gelapnya puisi ini yang menyadarkan pembaca bahwa segala yang bernyawa akan
mati pada saat waktu yang ditentukan. Meskipun demikian, tetap semangat jalani
hidup dan tidak cepat putus asa.
#demi PR anak gadis
#yg punya PR siapa, yg kerjakan siapa 😑
#yg punya PR siapa, yg kerjakan siapa 😑
Tidak ada komentar:
Posting Komentar