Minggu, 28 Januari 2018

Derai Derai Cemara (Sinopsis Puisi Charil Anwar)

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949
Karya Chairil Anwar


Bila menilik kehidupan Chairil Anwar, puisi Derai Derai Cemara ini dibuatnya saat Sastrawan itu sakit menjelang kematiannya. Chairil Anwar meninggal saat berumur 27 tahun karena menderita TBC. Saat itu hidupnya tengah dirundung masalah karena sang istri meninggalkannya dan meminta cerai saat anaknya baru berumur 7 bulan.

Puisi ini menunjukkan kegundahan dan kegelisahan hidup Chairil Anwar yang merasa waktunya di dunia tidak lama lagi. Pilihan kata-kata dalam puisi sederhana, namun tak biasa digunakan orang awam sehingga menimbulkan kesan yang mendalam yang tak mudah dipahami. Kekuatan lainnya puisi ini adalah menggunakan rima yang teratur dibandingkan karya puisinya yang lain.

Puisi ini terdiri dari tiga bait dimana masing-masingnya terdiri dari empat baris yang berima teratur. Bait pertama menunjukkan metafora episode kehidupannya dirasa akan berakhir tak lama lagi. Dia metaforakan dirinya bagai cemara tinggi yang merapuh karena dahannya banyak yang jatuh ditiup angin. Dan akhir kehidupannya diibaratkan malam yang akan menjelang.

Pada bait kedua, dia menceritakan bagaimana dia mencoba menerima kesengsaraan hidup dengan mencoba bertahan. Dia tak lagi seperti saat kanak-kanak yang tak mau mengalah karena tingginya ego diri yang dulu dibanggakan.

Pada bait ketiga, Chairil Anwar mencoba merangkum kisah hidupnya yang mengisyaratkan penuhnya kesengsaraan hingga akhir hayat yang membuat dia menyatakan Hidup hanya menunda kekalahan. Dia merasa terasing dari kehidupannya karena tidak ada cinta dari orang terdekatnya. Dia seakan menyimpan banyak hal yang sebetulnya ingin diungkapkan namun akhirnya kematian lebih dulu datang.

Karena puisi ini dibuat sesuai dengan isi hati Chairil Anwar menjelang dia meninggal, pembaca seakan-akan dibawa pada pedihnya kesengsaraan yang dialam sang sastrawan. Terasa sekali gelapnya puisi ini yang menyadarkan pembaca bahwa segala yang bernyawa akan mati pada saat waktu yang ditentukan. Meskipun demikian, tetap semangat jalani hidup dan tidak cepat putus asa.

#demi PR anak gadis
#yg punya PR siapa, yg kerjakan siapa 😑

Tidak ada komentar:

Posting Komentar