Senin, 09 Juni 2025

Ridha

Nak..... 

Saat kau gagal... Bukan kesabaran yang Allah berikan padamu.

Saat kau raih keberhasilan.... Bukan kegembiraan yang Allah hadiahkan untukmu.

Allah berkahi kamu dengan ke-ridha-an.


Saat kau gagal, tak perlu rendah diri. Allah ingin kau ridha karena Dia telah siapkan kebahagiaan yg tepat untukmu....

Saat kau berhasil, janganlah tinggi hati. Allah-pun ingin kau ridha karena tantangan lebih besar akan menghampirimu...


Rela dan Ikhlas-lah dengan takdir Allah... Takdir yg akan jadi jalan hidupmu.

Nikmati dan berbaik sangka-lah karena Allah tidak akan menguji melebihi batas kemampuanmu.

Optimalkan ikhtiarmu, maksimalkan tawakalmu... Kau hanya diminta raih keberkahan, bukan tentukan hasilnya.


Ridha-lah agar tenang damai jiwamu...

28-05-2025 - UTBK Mey

Kamis, 15 Februari 2024

Kita Lupa… Seharusnya Hanya Kepada Allah Bergantung

Sekarang ini kita merasa sedang dicurangi ya?

Sebel karena merasa pilihan kita dipaksa kalah?

Merasa tidak akan ada perubahan lebih baik ke depan atau malah sudah membayangkan masa depan semakin buruk?

 

Segera ambil cermin Kawan… lihat bayangan diri kita di hari-hari kemarin

Sudah sejauh mana diri ini bisa berbuat untuk kebaikan?

Apakah kebaikan yang kita perbuat untuk mengharapkan kebaikan diterima dari orang lain?

Sudah sedekat apa diri ini semakin mendekat ke Allah? Makin dekat atau malah menjauh?

Sudah setenang apa diri ini hadapi kenyataan hidup?

Senyaman apa diri ini hidup? Apakah nyaman yang dimaksud adalah kemapanan?

Sudah sepeduli apa diri ini ke orang-orang terdekat atau ke tetangga sebelah?

Sesering apa diri ini sedekah dan berbagi? Apa seringnya sedekah hanya karena pujian orang lain?

Sudah semaksimal apa kita berjuang? Apa kita jadi makin tangguh atau melemah saat lawan makin membesar?


Iya betul…. Saat ini kita benar-benar melupakan Allah

Kita yang saat ini selalu berharap dari makhluk… apapun bentuknya

Bersandar pada pilihan kita karena diri ini berharap pada sosok yang akan bawa perubahan

Tapi diri ini lupa untuk berubah jadi lebih baik dan alihkan harap pada sosok, bukan pada Allah

Saat kita berbuat baik, hati kecil selalu berharap ada yang perhatikan dan berikan pujian. Dan berharap pula setidaknya akan datang pula kebaikan yang sama dari orang…. Kita terlupakan bahwa hadirnya kebaikan itu dari Allah

Saat diri ini udah makin mapan, kita berpikir inilah kenyaman hidup sesungguhnya, buah dari kerja keras kita…. Lagi-lagi lupa kalo itu bentuk kasih sayang Allah

Giliran saat ditimpa kesulitan dan kesusahan, malah Allah yang disalahkan… Gak mau terima takdir untuk jalani dengan Ikhlas. Dan terulang lagi, berharap ada sosok Hero yang datang tawarkan bantuan.

Saat menyerah kalah pun... yang kita butuh malahan belas kasih atau ampunan Sang Pemenang... Dan Allah dikesampingkan lagi...

 

Belajarlah dari Gaza Kawan…

Seumur hidup mereka harus berjuang…. Tanah dirampok, rumah dihancurkan, tak terhitung lagi berapa kali kekurangan segalanya, kecuali Iman kepada Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung.

Lihat mereka Kawan… dengan segala tekanan dan kemalangan, makin dekat mereka dengan Allah.

Tak sekalipun Allah ditinggalkan di hati mereka. Mereka selalu percaya kemenangan sudah dekat karena ada Allah di sisi mereka.

Saya jadi teringat tausiah seorang ustadz… bahwa nanti di tanah Gaza, akan lahir generasi hebat yang sangat disegani lawan. Hanya Allah tempat bersandar dalam hidup. Rasa tenang dalam jiwa tak perlu diragukan lagi. Hanya dengan dzikir, mereka tak perlu lagi merasa lapar. Allah yang akan sehatkan mereka. Dan dengan satu ucapan takbir, tembok tirani akan runtuh dengan mudahnya. Insya Allah kita akan jadi saksi lahirnya generasi itu.


Membandingkan generasi itu dengan diri ini seakan membandingkan tebing batu dengan remahan rengginang…. Ternyata selemah itu Iman kita saat ini…

Tak perlu kuatir dengan keadaan saat ini… satu-satunya yang diri ini kuatirkan adalah seberapa besar harapan kita ke Allah tanpa menggantungkan ke sosok lainnya….

Optimalkan ikhtiar, maksimal berjuang, dan tetap istighfar... serahkan hasilnya pada Allah semata

Ridha-lah apapun takdir yang ada dan kembali mendekatlah ke Allah…. Insya Allah kita akan jadi jiwa yang tenang....

Jakarta - setelah Pemilu 24

Selasa, 21 Desember 2021

Saat Waktu Terasa Cepat

Selesai Jum'atan lalu, saya dan seorang kawan bersandar sejenak di beranda masjid. Sembari menghela nafas panjang, dia sampaikan keresahannya.

"Q, lo ngerasa gak sih kayaknya waktu berjalan makin cepat?"

"Kayaknya hari makin pendek deh..."

Dengar pertanyaan itu, saya jadi senyum sendiri. Itu rasa yg sama dalam beberapa bulan terakhir dan buat saya bertanya- tanya kenapa bisa seperti itu.

Jam, hari, minggu, bulan, tahun rasanya semakin cepat aja berjalan. Bangun pagi, kerja seharian, pulang kecapekan, tidur malam terasa makin singkat, dan terus berulang tiap hari-nya. Dan tak terasa, saya jadi makin tua. Rasanya baru kmarin muda perkasa, sekarang makin banyak aja uban di kepala.

Pernah sempat terpikir gimana caranya melambatkan atau menghentikan waktu, sampai-sampai kalo sholat sengaja dilambatkan karena cuma di saat shalat-lah seperti terlepas sejenak dari cepatnya waktu.

Saya jadi iri dengar cerita ternyata ada yg bisa menikmati waktu tiap hari-nya. Hidup tenang tak merasa dikejar-kejar waktu. Mereka sama sekali bukan pengangguran, tapi bisa lakukan banyak hal dan terus berbuat kebaikan.

Butuh lebih dari setengah tahun mencari jawabannya. Mulai dari obrolon di warung kopi dgn kawan semasa kecil tentang perjalanan hidupnya, minta wejangan ttg kehidupan, menyimak kajian dan cerita ttg orang shalih, melihat keresahan dan kekosongan hidup orang-orang seperti saya yg tersibukkan urusan dunia, sampai akhirnya kembali lagi buka Al-Quran dan dapatkan jawabannya.

"Bro... lo tau gak kenapa waktu berasa cepat?", saya balik bertanya dan dia menggeleng. "Bisa jadi kita termasuk orang2 yg merugi... baca deh Al-Ashr"

وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa.. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Al-Ashr)

Al-Ashr itu surat pendek yg bolak-balik dibaca tapi saya gak paham seutuhnya. Surat itu gak jelaskan siapa orang yg merugi tapi justru beritahu siapa yg akan beruntung dalam menyikapi waktu. Orang beriman dan beramal baik yg akan beruntung.

"Bro... lo tau tanda orang yg beriman? Salah satunya, mereka itu orang yang menikmati shalatnya..."

الۤمّۤ ۗ تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْحَكِيْمِۙ هُدًى وَّرَحْمَةً لِّلْمُحْسِنِيْنَۙ الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَهُمْ بِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Alif Lam Mim. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. yaitu orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka meyakini adanya akhirat. Merekalah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Luqman 1-5)

Selama ini, sebagian kita menyikapi shalat hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Shalat secepat kilat, bacaan sekenanya tanpa paham artinya meski hafal diluar kepala. Ditambah lagi malas, ngantuk, atau berdalih sibuk yg buat shalat jadi ibadah berat tanpa makna. Ternyata karena itulah yg buat kita merasa waktu berjalan makin cepat.

Allah minta kita tegakkan shalat agar kita jadi orang yg beruntung. Shalat itu cara Allah tunjukkan sayangnya. Lewat shalat, Allah beri kita ruang untuk sampaikan doa terbaik. Dari sejak takbir pertama hingga salam, semua bacaannya adalah isi permintaan hamba-Nya. Nikmati setiap untaian doa saat shalat karena kita bersua Allah dan ucapkan dengan lembut dan penuh harap layaknya seorang hamba.

Lewat shalat, kita diundang untuk mendekat karena Allah pastikan selalu dekat dengan hamba-Nya. Allah janjikan akan berikan petunjuk bagi yg tegakkan sholat. Orang yg diberi petunjuk akan tenang hidupnya karena paham dan fokus kemana tujuan akhirnya. Jadi pastinya mereka itulah orang yg beruntung yang tak risaukan lagi persoalan dunia karena yakin Allah yang akan atur jalannya kehidupan.

Waktu terasa cepat karena ternyata kita tak pernah mau menikmati shalat, tak pernah rasakan dekatnya Allah saat shalat. Tak pernah melihat berlimpahnya petunjuk Allah karena kita sendiri yang butakan hati karena menafikkan Allah yg mendekat ke diri ini saat shalat. Kita menjadi buta, tanpa petunjuk, tak tau arah hidup sebenarnya, berputar hanya urusan dunia, yang akhirnya berujung menjadi orang yg merugi karena justru kita yg bergerak menjauh dari Allah...

Allah panggil kita 5x sehari untuk mendekat pada-Nya. Shalat itu ruang bersandarnya lelah jiwa, enyahkan penat, dan luapkan semua resah. Shalat itu saat pelepas rindu, menundukkan hati, dan meminta pertolongan dengan untaian doa. Saat kita makin mendekat, setiap detik-menit & jam-hari, akan dinikmati dengan penuh makna dan tak berlalu sia-sia.

Karena Allah-lah yang menguasai waktu. Maka buat hamba-Nya yg mendekat, waktu pun akan ditundukkan bagi orang yg shalih dan dijalani dengan penuh kebaikan.

#Ref : 

Al Baqarah 1-5, 45; Lukman 1-5; Al Ashr 1-3; Al Hajj 35; 

Al- Anfal 2-4; Al-A'raf 56, 178; As-Sajdah 16

Senin, 20 September 2021

Cerita Sekarung Beras

Rabu malam lalu...,

Selesai beberes dapur pondok, kepala dapur tergopoh-gopoh menghadap, "Ustadz...., persediaan beras di dapur habis, gak ada sisa beras buat dimasak untuk sarapan anak santri besok.."

Ustadz yg ditanya hanya menjawab tenang, "Gak usah kuatir, besok pagi juga pasti udah ada.." Jawaban yg tetap sisakan gundah karena dia tahu sisa kas pondok tak cukup untuk beli beras besok. Dia hanya niatkan untuk segera Tahajud nanti untuk meminta ke Allah...

Rabu malam yang sama...,

Saya kedatangan kawan. Sebelum pamit pulang, dia angkat sekarung beras, "Bro... ini gw bawakan beras dari Subang. Baru panen pagi tadi...". Saya terima dengan senang hati dan dia langsung pamit tanpa basa-basi lagi.

Baru aja beras itu mau dibawa ke dapur, anak gadis bilang kalo sore tadi baru aja beli beras, dan dia berucap, "Kasihkan ke pondok aja Yah berasnya...". Karena dah kemalaman, saya niatkan antar beras besok pagi. Esoknya, selepas sholat subuh dan sarapan, segera saya antar beras ke pondok pake motor. Sampai di pondok selesai turunkan beras, saya langsung pulang tanpa bisa ketemu ustadz, jadi akhirnya cuma bisa kirim WA, "Tadz... saya titip beras ya..."

Saya sama sekali gak tau kalo ternyata beras itu jawaban dari doa di tahajud Ustadz.

Dan Senin pagi kemarin..., Baru saya tahu cerita habisnya persediaan beras dari pengurus pondok dan buat badan ini terasa bergetar. Apa jalannya sekarung beras itu hanya kebetulan??

Ini sama sekali gak bermaksud cerita tentang sedekah beras, tapi buat saya kembali belajar tentang jalannya rizqi. Cerita sekarung beras ini tunjukkan cara Allah untuk buat hambanya tetap yakin & paham bahwa hidup dan penghidupan Allah yg atur sepenuhnya.

Tak seorangpun tahu beras yg dipanen pagi sebelumnya akan berakhir kemana. Sekarung beras itu akhirnya bisa dinikmati anak santri karena doa mereka tak pernah putus dan keyakinan penuh bahwa Allah-lah yang akan mencukupi tanpa perlu meminta-minta pada yg lain.

Ustadz yakin upayanya ikhlas mendidik anak santri yatim, akan dicukupkan hidupnya dan masalah apapun akan terselesaikan karena yakinnya dengan Allah. Dia tak mungkin meminta pada wali santri yg juga kekurangan, atau terus gantungkan harap pada donatur. Hanya Allah tempat bersandar.

Sekarung beras itu tempuh jarak lebih dari 150 km dari Subang untuk temui penikmat rizqi-Nya. Petani, kawan, saya, dan ustadz, hanyalah peran pendukung yang tak sekalipun menyangka cerita utuh dari sekarung beras itu sejak awal. 

Petani hanya berniat memanen, kawan saya hanya bermaksud beri hadiah, saya pun hanya mengantar karena beras berlebih di rumah, dan ustadz hanya yakinkan hati lewat doa. Allah-lah yang merangkai cerita sekarung beras ini jadi indah. Peran pendukung ini tak akan mampu halangi sampainya beras itu menjadi nasi sarapan santri.

Cerita sekarung beras ini buat saya jadi belajar bahwa....

Tak perlu kuatirkan penghidupan kalau sudah lakukan upaya sungguh-sungguh dan terus istiqomah dalam taat. Bila penghidupan dijamin Allah, harusnya tak perlu merasa berkurang nikmat bila infakkan sesuatu.

Sedekah yg diberikan nyatanya bukan tentang baiknya diri, tapi itu cara Allah sampaikan rizqi ke hamba yg membutuhkan. Ada tidaknya sedekah seseorang tidak akan menghalangi Allah tebar nikmat-Nya dengan cara apapun.

Saya yang justru harus lebih banyak bersyukur karena beruntung dilibatkan dalam penyampai nikmat-Nya. Dan sebaliknya merasa merugi kalo enggannya berbagi membuat Allah berpaling tidak memilih diri ini jadi penyampai nikmat-Nya.

Allah yang mengatur kadar rizqi sepenuhnya, seharusnya gak perlu berbangga diri dgn banyaknya atau bersedih dengan sedikitnya harta. Apapun keadaannya, sabar dan syukur selalu beriringan.

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman)

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata - Lauh Mahfuz- (Al-An'am: 59)

Senin, 23 Agustus 2021

Mengapa Tendensius dengan Umat Islam sendiri??

Entah maksud apa yang ingin disampaikan penulis *ISLAM TAPI TIDAK ISLAMI* ini, tapi buat yang memahami bagaimana adab & perilaku kebanyakan Muslim di Indonesia, tulisannya cukup menggelikan.

Di tulisan itu disebutkan segelintir contoh orang Muslim Indonesia yang berbuat tidak sesuai aturan lalu lintas karena menyebrang sembarang dan tidak pakai helm, lalu kemudian dengan tendensius mempertanyakan dimana nilai ke-Islaman-nya.

Lalu sebaliknya membanggakan Negara Selandia Baru yang menurut survey no. 1 Islamicity Index-nya, warga Kanada yang gak pernah kunci pintunya, dan tidak mengambil barang orang lain yang tertinggal di bis, Negara Jerman yang selalu taat aturan, dan tak lupa negara Prancis (di awal abad 20) yang penuh nilai Islami.

Yang paling menggelikan tentu saja kalimat, *“….tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam”*.

Tak perlu jauh-jauh, kita tunjukkan saja dengan muslim Indonesia aja ya….

Kita mulai dari hadist ini… 

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir...., maka hormati tetangga ... hormati tamu." 

Silahkan dipantau sendiri, apa muslim Indonesia tidak menghormati tetangga & tidak memuliakan tamu?

Lalu hadist berikutnya….

“Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”

"Bicara yang baik atau diam”

Sepertinya penulis ini jarang bepergian jauh…..

Berapa banyak penduduk Muslim Indonesia yang rumahnya gak pernah dikunci karena mereka saling percaya dengan tetangga? 

Berapa banyak orang Muslim Indonesia yang ringankan tangan, infakkan harta, membagi ilmu dengan sesama dan sekitarnya? Bahkan gak membedakan agama, suku, atau ras. 

Coba tengok jauh kebelakang, umat Islam Indonesia rela berjuang paling depan, dan banyak ulama yang memimpin umat tetap memilih tidak tampil di permukaan, tapi selalu mendoakan yang terbaik buat Tanah Air

Jangan pakai indikator riuhnya komentar-komentar nyinyir dari segelintir orang. Mereka itu sama sekali tidak mewakili ratusan juta muslim Indonesia yang memilih diam tak bicara.

Coba lihat kembali begitu banyak dan tetap banyak umat Islam yang saling tolong menolong.

Coba pikirkan lagi, begitu banyak umat Islam Indonesia yang tetap taat aturan meski perut lapar. apalagi hanya sekedar taat pakai helm & taat menyebrang jalan.

Cobalah kembali ke masjid, apa iya selalu hilang sandal kalo pergi ke masjid? Masih banyak tuh malah bawa sepeda gak dikunci dan tetap aman sampai pulang selesai sholat jamaah.

 

Biar berimbang, coba tengok Selandia Baru. Belum lama ini disana ada seorang rasis yang tega menembaki Masjid. 

Coba deh sekali-kali main ke Jerman atau bagian Eropa manapun. Disana tetap aja berkeliaran pencopet dan bau kencing di banyak sudut jalan.  

Rasakan juga di Prancis sekarang. Di sana juga masih ada diskriminasi rasisme. 

Atau jalan deh ke Kanada yang penduduknya dingin & sunyi. Lah ya emang disana penduduknya jarang, dan hawa dinginnya sepanjang tahun.

Umat Islam tidak anti kritik, tapi mbok ya jangan pake logika terbalik dan sesat pikir. Kelakuan segelintir orang yang salah dianggap mewakili umat Islam secara keseluruhan.

Sampaikan tulisan yang berimbang kalo ingin membandingkan sesuatu. 

Beri penjelasan dan argumen yang pas & sesuai, supaya umat Islam menjadi lebih baik tanpa perlu saling dibenturkan.

Akhirul Kalam….

"Keutamaan Islam seseorang..., adalah yang meninggalkan sesuatu yang tak bermanfaat”. 

Jadi mohon maaf…. Setelah ini saya tinggalkan tulisan *ISLAM TAPI TIDAK ISLAMI* untuk bagian tulisan yang tidak bermanfaatnya… 😊

Wassalamualaikum wr wb

Dari saya yang mencintai Muslim lainnya

Senin, 26 Juli 2021

Maknai Kematian

Ambillah pelajaran dari kematian....

Agar lisan ini tak hanya sekedar ucapkan Innalillahi wainna Ilaihi rojiun

Atau tangan ini tak sekedar saja tulis kata turut berduka cita

Atau hanya sekedar bertanya-tanya mengapa kematian datang begitu cepat

Tapi tanpa sedikitpun memaknai kematian itu sendiri, dan lalu tenggelam lagi dalam riuhnya dunia ini...


Sampaikan pesan kematian itu jauh ke benakmu...

Perhatikan bagaimana akhir yang indah bagi jiwa yang baik

Amati bagaimana kesudahan yang buruk bagi jiwa yang penuh noda dosa

Pelajari apa amal perbuatan sepanjang hayat yang menemani akhir hidupnya

Lalu persiapkan bekal terbaik kematian kita sendiri..

Karena pada akhirnya kita pun akan mengalami yang sama


Tanamkan makna kematian ini ke hatimu..

Kematian itu datangnya tak pernah terencana

Tak pernah tunggu purnanya ikhitiar diri ini

Tugas kita hanya lakukan ikhtiar terbaik

Upaya untuk tetap sehat badan dan pikiran

Usaha untuk terus semakin baik dan taat

Tekad untuk mampu jauhi dosa dan cegah mungkar

Dan terus tawakal menuju takwa

Serahkan saja urusan kematian pada Pemilik Jiwa-mu


Tampakkan arti kematian ini di sikapmu..

Jadilah jiwa yang tenang...

Ridho dengan ketetapan Allah apapun jalan hidupmu

Legakan hati dengan semua sesak yang ada

Ikhlaskan semua akhirnya setelah lakukan ikhtiar yang terbaik.

Dan bila saatnya tiba, sambutlah dengan hati yang rindu.


Karena sesungguhnya sambutan Allah di surga-Nya hanya bagi yang di-ridhoi Allah dan mereka yang juga ridho dengan ketetapan-Nya...

Biar Kematian Beri Nasehat Terbaik

Dalam beberapa minggu terakhir, tak cukup sudah jari tangan menghitung brapa banyak saudara, kerabat, kawan, kenalan yang telah kembali ke Pemilik Jiwa-nya. Dan jujur aja, selama itu pula seakan lidah jadi kelu berucap dan tangan jadi kaku untuk menulis:

"Innalillahi Wa Inna Ilaihi rojiun.."

Runtutan kejadian ini membuat saya kembali merenungkan banyak hal tentang makna kematian. Saya jadi membayangkan seandainya kematian dialami oleh diri ini.

Kematian diri ini bisa jadi hanya ditangisi keluarga terdekat, sekadar diucapkan bela sungkawa oleh rekan sejawat di medsos, diziarahi sejenak oleh kerabat, dikirimi karangan bunga yang wanginya hanya beberapa hari. Kemudian semua berangsur melupakan diri ini, kembali disibukkan dengan riuhnya dunia. Dunia tetap berjalan seakan-akan diri ini tak pernah ada.

Kembali dengan canda tawa dan tak ada pelajaran yang diambil tentang makna hidup dan kematian.

Tinggallah diri ini sendiri menghadapi Yaumul Akhir, mempertanggung-jawabkan semua kelakuan di dunia. Pada hari itu seluruh ayat Qur'an membuktikan diri benar adanya.

Pada hari itu, ayah tak peduli anaknya, dan anak pun tak peduli ayahnya. Semua sibuk menghisab dirinya sendiri.

Bila kita berbuat baik, kebaikan itu kembali ke diri ini.

Sebaliknya bila kita mungkar, kufur, munafik, fasik; itu semua juga akan kembali ke diri ini.

Tak ada satupun yang tahu kapan datangnya kematian itu, kecuali Allah Pemegang Jiwa kita.

Kematian itu mengajarkan kita sama sekali tak punya kuasa atas diri ini.

Bila diri ini saja tak mampu kita kuasai, apalah kita yang tak juga sanggup ubah insan lain

Kita hanya sekedar pemberi nasehat, tak mampu berbuat lebih

Biar berita kematian yang mengambil peran, memberi nasehat terbaik tuk bisa dipahami maknanya...